Saya kaget membaca artikel Bpk Syafi'i Maarif (maaf saya terpaksa tidak
lagi menggunakan Buya), pada koran Tempo tanggal 2 Desember 2016 yang
muncul bersamaan dengan demo super damai jutaan muslim.
1. Bapak
malah memvonis jutaan kaum muslim sebagai kumpulan besar orang yang
berotak panas, berhati keruh, berakal tidak sehat. Tapi Bapak juga tidak
menawarkan solusi apa apa.
2. Dengan penuh emosi Bapak
mengusulkan kalau terbukti bersalah agar Ahok dihukum 400 tahun sehingga
para penuduh terpuaskan sepuas puasnya. Mengapa Bpk sangat marah
kepada kaum muslim yang menuntut keadilan ? Seandainya sejak awal Ahok
diperlakukan sama dengan penista agama lainnya yang telah merasakan
penjara, bukankah hiruk pikuk demo ini tidak ada ?
Coba lihat
para penista agama yang terdahulu, sejak dijadikan tersangka mereka
sudah langsung ditahan ? Mengapa Ahok diperlakukan istimewa sehingga
menusuk rasa keadilan masyarakat ? Bukankah Ahok sebelum menista Agama
menunjukkan seolah olah dirinya sangat berkuasa sehingga tidak akan ada
yang dapat menyentuhnya ? Ketika ada demo pertama kali pada tanggal 14
oktober, Ahok masih bersikap sombong ?, bahkan penegak hukumpun belum
berbuat apa - apa ? Kemudian ketika muncul demo 411 Ahok masih menuduh
para pendemo dibayar 500.000, padahal demo 411 itu jumlahnya ratusan
ribu bahkan ada yang bilang jutaan ? Siapa yang bisa bayar pendemo yang
begitu banyak jumlahnya ?
Bukankah hal itu juga menjadi salah
satu faktor terjadinya demo berikutnya? Bukankah disini ada masalah
sosiologi hukum yang berlaku yang akhirnya menjadi pemicu munculnya demo
212 ?
3. Bapak terkenal sebagai pejuang minoritas. Itu saya
kira bagus. Tapi mungkin Bpk lupa minoritas yang sangat berkuasa seperti
yang ditampilkan Ahok yang seperti tidak tersentuh itu bisa menjadi
Tiran ?
4. Bapak menganggap jutaan orang yang demo adalah orang -
orang yang ingin membalas dendam. Dapatkah Bapak menunjukkan dendam
kepada siapa ? Apa dendam kepada para Taipan itu ? Kalaulah tuduhan Bpk
benar, apakah bersalah yang menyimpan rasa demdam itu yang kemudian
mendapatkan jalan meluapkan perasaannya ? Sekali lagi hanya meluapkan
perasaan.
Apa bukan pemerintah yang salah ? Apa pemerintah tidak
melihat adanya bara dendam di dalam masyarakat ? Kalau Bapak saja dapat
melihat adanya bara dendam, mengapa pemerintah tidak dapat melihat ? Dan
juga, mengapa Bapak yang merasa sudah lama melihat adanya bara dendam
tidak tampil berjuang untuk memadamkan bara dendam itu agar tidak
membakar ? Mengapa Bapak hanya menyalahkan mereka yang menyimpan bara
dendam sambil menyatakan para taipan itu mempunyai jiwa nasionalisme ?
Kalau mereka punya jiwa nasionalisme, mengapa mereka menaruh hartanya
diluar negeri sehingga harus di pancing pulang dengan tax amnesti ?
Mengapa mereka tidak menggunakan uang yang dicari dari bumi Indonesia
ini untuk membangun negeri ini, sedang pada saat yang sama pemerintah
harus bersusah payah menempuh berbagai cara untuk mendatangkan modal
asing ? Bukankah mereka dengan sengaja untuk membonceng kelonggaran
pemerintah terhadap modal asing untuk mengeruk keuntungan yang berlipat ?
Bahkan MenKeu bilang ada beberapa taipan yang tidak punya NPWP, lalu
dimana nasionalisme nya ? Bukankah ada hukum sosial yang berlaku pada
masalah ini ?
5. Saya masih ingat, pada acara ILC yang terakhir,
Bapak menuduh para Ulama di Majelis Ulama dan para ulama pendukung fatwa
MUI itu tidak mempunyai landasan teologis yang kuat. Mengapa Bapak
tidak menulis tentang landasan teologis Bapak untuk memberikan pembelaan
kepada Ahok ? Saya sarankan Bapak menulis landasan teologis Bapak agar
kaum muslim tidak salah paham dengan Bapak. Harusnya Bapak konsentrasi
dengan keahlian Bapak dalam risalah agama, keahlian dalam teologi,
sehingga Bapak dapat memberikan pencerahan kepada kaum muslim. Dan
kalau Bapak benar, saya kira para ulama dan kaum muslim pasti menerima.
Bapak jangan bicara yang lain - lain yang Bapak tidak ketahui secara
pasti.
6. Mohon maaf sebelumnya, jangan jangan Bapak sendiri yang
terjangkit oleh api cemburu pada beberapa ulama tertentu. Cemburu
kepada mereka yang berteriak lantang pantang menyerah. Jika dengan kata
- kata lembut tidak berpengaruh, dengan kata sindiran juga tidak
mempan, bukankah wajar apabila kemudian ada suara keras dan tegas
pantang menyerah ? Bukankah negeri ini didirikan dengan kata - kata
keras dan tegas pantang menyerah untuk membangkitkan semangat pahlawan
untuk membakar dan mengusir penjajah. Negeri ini bukan didirikan dengan
kata - kata lembut dan kata - kata sindirian.
Meminjam kata - kata Aa Gym, mohon periksalah hati Bapak dengan cermat.
7. Sekarang Ahok sudah dipengadilan. Mudah - mudahan pengadilan ini
dapat menyelesaikan secara adil, dan siapa saja juga termasuk Bapak
dapat terpuaskan.
Saya berharap saya dapat lagi memanggil Bapak dengan panggilan Buya.
Agus Mualif.
Sumber https://www.facebook.com/AksiMahasiswa2015/posts/1198375176944110:0
Sumber https://www.facebook.com/AksiMahasiswa2015/posts/1198375176944110:0
Comments
Post a Comment